Welcome, Selamat Datang, Sugeng Rawuh

Sunday, January 26, 2014

Aku Ingin Memejamkan Mata Sejenak

Aku Ingin Memejamkan Mata Sejenak

Jam di tanganku menunjukkan pukul 3.00. Pagi itu gelap, berkabut, dan hawa dingin merasuk sampai ke persendian tulang. Kami hanya bisa duduk berdempetan satu sama lain dengan kondisi yang sama – sama mengenaskan. Muka kami terlihat pucat dengan bibir mengering, dan tubuh kami bertiga menggigil karena hawa dingin yang mencapai level beku. Ini diluar dugaan, sungguh tidak pernah disangka, suhu udara Gunung Raung yang terletak di Jawa Timur ini bisa mencapai level nol derajat. Tidak ada buku maupun literatur yang menunjukkan hal ini. Satu hal yang aku tahu, gunung ini terkenal angker dan tidak seharusnya kami melanggar aturan-aturan yang ada di sini.
Beberapa jam yang lalu sebelum sampai di tempat terkutuk dimana jarum kompas berputar ke segala penjuru, kami berjalan menuju puncak gunung dengan melewati jalan yang biasa dilewati oleh pendaki – pendaki lain, jalan yang rutenya sudah jelas. Kata “tersesat” tidak sekelebat pun melintas dalam pikiran kami. Itulah hal yang menyebabkan kami bertindak seenaknya. Ya, karena belenggu tugas kuliah dan dosen killer yang serasa terlepas ketika menginjakkan kaki di Gunung Raung. Kami seperti anak kecil yang dilepas ke taman bermain, berbuat sesuka hati dan seenaknya.
Kami banyak berkata-kata kotor dan jorok dengan pikiran mesum menjalar dalam otak kami berlima. Tidak hanya itu, kami juga berteriak – teriak menantang penghuni Gunung Raung. 
“Hei Setan, Jin, Demit, Kuntilanak, Penunggu Gunung Raung, ayo kemari, temenin kami minum!”
Kami berteriak bergantian dengan menenggak beberapa gelas Martini Vermouth, wine terkenal yang Rino curi dari koleksi ayahnya sendiri.
Perjalanan ke puncak, kami lanjutkan dengan sedikit sempoyongan disebabkan oleh pengaruh wine.
“Kalian harus mati!!!”  
Suara samar – samar itu mendadak terdengar di telinga kami. Suara yang terdengar jauh tapi sangat jelas, dengan diselingi dengan suara tawa yang menggelegar. Suara khas setan yang sering aku dengar di banyak film-film horor. Kontan, bulu kuduk kami berdiri mendengarnya.
Tak lama kemudian, dua gadis kecil berbaju putih lusuh dan berwarna kecokelatan tiba-tiba berlari kearah kami dari balik pohon beringin yang cabang-cabang pohonnya menjalar sampai ke bawah itu.
Mereka sampai di depan kami kemudian memegang tanganku. Tangan mereka sedingin es. Mereka merengek-rengek minta tolong.
“Kakak... Ayah kami marah – marah,”kata mereka berdua hampir bersamaan
“Kata ayah kami, kami belum boleh minum minuman yang kakak tawarkan tadi, padahal kelihatannya enak. Sekarang kami boleh minta Kak? Mumpung Ayah lagi pergi,”
Kami berlima melihat mereka dengan tatapan penasaran. Siapakah mereka sebenarnya? Sampai kami melihat, kedua anak itu menjulurkan lidahnya ke depan, semakin lama lidahnya semakin panjang mencapai tanah, taring di mulut mereka tumbuh memanjang ke bawah, kupingnya membesar seperti kuping kelelawar dan kedua tangan mereka yang dari tadi memegangku berubah menjadi tulang belulang.
Aku menghempaskan tangan kedua anak setan itu dan berlari secepat kilat diikuti keempat temanku.
Berlari dan terus berlari sejauh yang kami bisa dengan penerangan hanya dari redupnya cahaya bulan, menerobos semak belukar dan akhirnya berhenti karena kelelahan, ngos – ngosan dengan keringat sebiji jangung membasahi tubuh.
Sayup sayup, terdengar langkah kaki. Tidak hanya langkah kaki beberapa orang saja, melainkan puluhan orang yang berjalan. Mereka berbondong – bondong menuju tempat kami. Perasaan lega luar biasa ini sempat kami rasakan sampai akhirnya kami yang berdiam diri di tempat ini tidak melihat siapapun, kecuali keranda mayat kuno yang tiba – tiba telah berada di depan mata waktu itu. Anehnya, kaki kami sama sekali tidak bisa digerakkan, seperti ada paku-paku besar yang menancap dengan kuatnya pada kaki ini.
Angin yang berhembus kencang, menyibak kain batik penutup keranda dan menerbangkannya. Sesosok mayat yang tertidur di dalamnya, terbungkus kain kafan, secara tiba – tiba duduk dan menghadapkan mukanya yang menjijikkan ke arah kami. Belatung – belatung berjalan merayap di sekitar wajahnya membuat kami berlima mau muntah. Ada yang memasuki mata kanan dan keluar dari mata kiri, begitupun sebaliknya. Ada juga yang keluar dari hidung, puluhan keluar dari mulut dan merayap lagi di sekitar wajah dan menutupi hampir seluruh wajah si mayat.
Mayat itu mengeluarkan suara yang tersendat-sendat karena belatung yang memenuhi mulutnya.
“Mau dong, minuman kerasnya... Ayok kita minum bersama!!!” 
Terbukanya mulut si mayat menyebabkan belatung – belatung itu terlempar, sontak wajah dan tubuh kami, sekarang penuh dengan belatung yang menjijikkan.
Kami memuntahkan isi perut masing – masing seketika itu juga yang ternyata sudah bercampur dengan belatung, darah dan nanah yang kami pun tidak bisa berpikir dari mana datangnya itu semua.
Seetelah terasa habis, apa yang ada di perut kami, paku – paku yang semenjak tadi seperti menancap pada kaki, seolah – olah sudah menghilang. Dengan sisa – sisa tenaga yang ada, kami berusaha lari  menjauhi si setan terkutuk itu.

“Aduh, tolong!!!”
Kami mendengar suara Rino, yang merintih kesakitan. Rasa takut dan ngeri yang masih ada, memaksa kami untuk tidak memperdulikan suara itu, sampai akhirnya kami berhenti di suatu tempat dan sadar, bahwa Rino sudah tidak bersama kami lagi. Dia jatuh dan tertinggal dibelakang.
Kami berdebat, akan kembali ke belakang dan mencarinya atau mencoba mencari jalan pulang saja. Hampir saja, Dodi dan Sandy beradu jotos, kalau saja Leo yang berbadan paling besar tidak melerai mereka berdua.
Akhirnya kami sepakat untuk kembali ke tempat Roni terjatuh. Pelan tapi pasti, kami menyusuri jalanan gelap di gunung ini dengan cahaya lampu senter yang sudah mulai redup menandakan tenaga baterai sudah mulai habis.
“Kalian tega meninggalkanku sendirian disini!” Roni berteriak dari kejauhan, memaki – maki kami dengan tetap duduk bersimpuh di tanah.
Aku agak sedikit penasaran dengan tempat ini. Aku sendiri lupa apakah kami melewati tempat ini atau tidak tadi. Pikiran yang bukan – bukan ini, aku tampik jauh – jauh. Aku, Dodi, Sandy, dan Leo menghampiri Roni yang duduk bersimpuh karena luka di betisnya. Kakinya sobek tergores batu tajam. Luka menganga lebar dan darah terus mengalir membanjiri kakinya. Kami berusaha mengobati luka yang terlampau parah itu.
Tiga puluh menit berlalu dan kami pun selesai memperban betis Roni. Tapi sayang, dia tidak bisa berjalan dengan kondisi seperti itu. Kami meminta Leo yang berbadan paling besar, untuk menggendong Roni di belakang. Dia tidak keberatan asal diberi uang yang banyak kalau kami sudah keluar dari sini.
Aku, Dody dan Sandy berjalan di depan untuk membuka jalan sedangkan Leo di belakang kami.
“Ron, tubuhmu kok semakin lama semakin berat?” keluh Leo di belakang kami.
Kami serentak menengok kebelakang dan sangat terkejut ketika melihat yang digendong Leo bukan Roni, tapi sesuatu yang lain. Tangan, badan, dan kakinya berbulu lebat, hitam dan busuk baunya. Matanya merah sebesar bola tenis melotot kearah kami. Mulutnya lebar sampai kebelakang kepalanya.
Dan Leopun tersungkur ke tanah tertimpa makhluk siluman itu. Untuk kesekian kalinya, kami lari tunggang langgang tanpa tahu arah. Berlari dengan diiringi suara dari makhluk siluman tadi yang menggelegar seperti petir.
"Kalian manusia sombong... Manusia hina... Durhaka... Kalian tidak akan keluar dari tempat ini. Kalian akan menjadi penghuni tempat ini selamanya bersama kamu"
Meskipun gendang telinga kami seakan mau pecah, kamu terus berlari dan berlari, sampai akhirnya kami bertiga tersesat di tempat terkutuk ini.
Aku melihat tempat itu dengan tatapan nanar. Hanya ada pohon – pohon besar yang menjulang tinggi dan semak belukar yang terlihat. Suara-suara mengerikan makhluk penunggu gunung ini masih terdengar jelas ditelinga kami. Suara wanita menangis dan tawa cekikikan anak – anak kecil masih membuat bulu kudukku merinding meskipun dengan tenaga yang hampir habis. Termasuk suara Roni dan Leo yang menyayat hati. Suara kesakitan karena siksaan yang sangat hebat.
Aku sudah tidak berdaya, tubuhku lemas, jantungku melemah, nafasku semakin menipis. Hawa dingin ini membuat otak dan tubuhku mati rasa. Beberapa menit yang lalu, aku masih bisa mendengar hembusan nafas yang semakin melemah dari Dodi dan Sandy yang berada disampingku. Namun sekarang, aku tidak bisa mendengarnya lagi. Aku melirik tubuh mereka, kaku seperti es, diam tak bergerak.
Aku mencoba berteriak dengan tenaga tersisa untuk meminta pertolongan, tapi mulutku sudah tidak bisa terbuka lagi karena membeku. Aku sudah tidak kuat lagi. Aku hanya bisa berharap, semoga besok pagi ada pertolongan yang datang. Sekarang, aku hanya ingin tidur dan memejamkan mata sejenak.
Sekian
Read More >>

Saturday, June 8, 2013

Dear Diary 2

Dear Diary 2


Dear Diary...
Aku baru menyentuhmu lagi setelah beberapa hari ini aku pusing bukan kepalang...
Aku sudah berpikir sangat keras tentang apa yang terjadi pada diriku, kejadian - kejadian ganjil yang menimpaku selama ini.
Akhir - akhir ini dadaku sering sesak, jantungku sering sakit dan berdegup sangat kencang....
Aku berdiam diri di Kamar... mematikan handphoneku... Berpikir dan terus berpikir memecahkan semua masalahku...

Sebenarnya apa yang sedang terjadi?
Dosa dosa apa yang aku buat selama ini tuhan hingga kau menghukumku dengan kejadian - kejadian aneh ini. Menghukumku dengan menghilangnya orang - orang yang aku sayang.
Apa kau ingin membunuhku dengan kesendirian dan  kesepian ini Tuhan???
Berikan lah petunjukMU....

Aku tidak tahu, Aku bingung... Banyak sekali pertanyaan pertanyaan yang membebani pikiranku sekarang...
aaararrggghhhh.........................................




Dear Diary...
Akhirnya...
Aku bertemu mas Purna siang ini, dia mengajakku untuk makan siang di salah satu Restoran yang cukup mewah.
Aku senang dan sedikit lega, ternyata mas purna mau kembali menemuiku...
Aku penasaran kenapa dia meninggalkanku beberapa hari ini, apa dia kira aku gila karena bercerita hal - hal yang tidak logis waktu itu?
Aku takut menanyakannya kepada mas purna. Jangan - jangan dia malah kabur lagi.
Aku memendam pertanyaan - pertanyaanku. Pun cerita aneh yang aku alami. Aku pendam itu semua, agar hubunganku tidak menjadi semakin kacau.
Dan Mas Purna juga tidak membahas masalah - masalah ku yang dulu, dia malah membahas keberlanjutan hubungan kita. Seperti kapan kita menikah, dimana kita menikah. Dimana kita akan bulan madu? dan pembahasan yang membuatku seperti lupa akan semua masalah yang aku alami...
Dia memang orang yang sangat pengertian sekali...

Dan kamu tahu diary? pertanyaan yang membuatku seperti melayang keangkasa???
Dia melamarku....
Mas purna mengeluarkan cincin berlian dari sakunya...
Kemudian bergerak mendekatiku...
Memegang tanganku...
Dan dia melamar bak pangeran yang melamar seorang putri dengan duduk merendah didepanku sambil berucap...
Will you marry me???
Tatapan matanya menembus tajam ke arah mataku....
Jantungku berdegup sangat kencang...
Sangat kencang bagaikan habis berlari ribuan kilometer...
Mataku tidak berkedip selama beberapa menit...
Pikiranku... Yah,, aku malu...
Aku sudah membayangkan aku memakai baju pengantin...
Aku merasa mukaku merah padam...

Dia tetap duduk di depanku sambil menunggu jawaban...
Aku mau menjawab Iya..... Iya... Iya....
Tapi... Lidahku kelu....
Tiba - tiba wajah Basya melintas dipikaranku... Dia diam dengan muka sangat sedih...
Deg.... Pikiranku semrawut...
Bayangan - bayangan indah bersama mas Purna itupun lenyap... Wajah Basya tidak bisa hilang...
Dia meneteskan air mata...

"Ana... Ana...". Suara mas purna mengagetkanku...
"Ada apa?" tanyanya dengan wajah bingung...
"Kamu belum siapa kah?, maaf kalau aku terlalu cepat". sambungnya lagi.
Ada gurat kecewa pada raut muka mas Purna.

Aku mau menceritakan akan Basya pada mas purna sewaktu dia melamarku...
Tapi Gila... Iya Gila... Aku akan benar - benar dianggap gila sama mas purna apabila aku menceritakan hal yang tidak lazim seperti barusan...
Bisa - bisanya sewaktu dilamar seseorang, aku membayangkan wajah orang lain. Sinting...

Aku hanya menjawab pertanyaan mas Purna dengan jawaban standar dan seadanya bahwa Aku belum siap mas. Aku harus menyelesaikan kuliahku dulu. Itu jawabanku...

Mendengar jawabanku mas Purna menggumam. Aku tidak dengar apa yang digumamkannya. Mungkin sedikit kekecewaannya padaku...

Setelah selesai makan siang kami, aku minta dia untuk kembali ke kantornya. dengan alasan aku mau pergi ke toko buku. Jadi tidak perlu diantar...

Dia pulang dengan senyum yang dipaksakan...
Dan aku juga pergi menaiki Taxi untuk pergi ke rumah mimy...
Dari awal aku memang sudah tidak ingin melibatkan mas purna pada masalah masalahku selama ini.
Oleh karena itu, aku terpaksa berbohong untuk masalah Basya dan Mimy ini...

Aku mengetuk pintu rumah Mimy...
Pintu dibuka oleh pembantu Mimy...
Bibi itu mempersilakan aku untuk duduk dikursi sambil izin kebalakang untuk menyuguhkanku minuman dan makanan kecil. Aku menolaknya, tetapi Bibi yang baik hati itu tetap berjalan kearah dapur untuk memberiku minuman....

Pertanyaan itu mengagetkanku...
"Ana, sudah lama disini? " tanya mimy...
Akhirnya aku bertemu mimy. Dan yang membuatku lebih bahagia adalah mimy sudah tersenyum lagi kepadaku... Artinya dia sudah tidak marah lagi kepadaku...
Tapi mukanya sedikit pucat.
Sewaktu aku tanya, dia hanya menjawab dia habis sakit beberapa hari ini jadi tidak bisa menemui Ana.
Sikap Mimy 100% sudah berubah seperti dulu lagi, sebelum kejadian penembakan Basya.
Sahabatku yang dulu telah kembali lagi... Mimy yang baik hati.

Dia mengajakku ke kamarnya untuk menceritakan sesuatu.
Dia bilang, dikamar akan lebih leluasa untuk bercerita...
Aku mengikutinya menaiki tangga, berjalan menuju kamarnya yang berada di lantai 2.

Mimy menutup pintu kamarnya dan duduk duduk di ranjang....
"Ana, surat yang aku titipin ke pembatuku waktu itu masih kamu simpan?" tanyanya tiba - tiba.

"Surat? iya dia menayakan surat. dan surat itu? dimana ya?" batinku yang bertanya tanya.

"Eh My, maaf. Aku lupa dimana surat yang kamu berikan. Setelah aku pergi dari rumahmu waktu itu, aku tidak ingat lagi meletakkannya dimana karena ada kejadian aneh waktu itu". Jawabku

Mimy tersenyum...
Dia melihat tas yang aku bawa dan mengatakan seperti ini
"Bukannya suratnya di tasmu ya? kamu kok pikun gitu sih masih muda?"

Aneh, bagaimana dia bisa tahu suratnya ada di tasku? ya sudah lah...
Aku membuka tasku dan ternyata benar, Suratnya terselip di tas kecilku itu...

"My, emang apa isi suratnya?" tanyaku penasaran.
Dia hanya menjawab, "Ya sudah, dibuka nanti aja waktu diluar Na, kamu kan sekarang sudah sama aku. Jadi Suratnya juga tidak penting kok sekarang". Aku menuruti kata - katanya.

Selanjutnya dia bercerita yang membuat beribu ribu pertanyaan muncul dibenakku.
Dia bercerita tentang Basya awalnya...
"Basya itu orang baik Na?" Mimy mulai bercerita.
Aku hanya diam menunggu apa yang akan dia ucapkan selanjutnya...
"Iya Na, Basya itu orang yang sangat baik. Dia punya indra keenam Na. Bisa melihat apa yang tidak bisa dilihat orang pada umumnya. Bisa merasakan apa yang tidak bisa dirasakan orang pada umumnya. Aku juga minta maaf akan sikap kasarku selama ini Na. Kamu tidak salah kok ternyata."

Mimy diam...
Aku semakin penasaran. Dia hanya berkata sepenggal demi sepenggal.
Aku disuruhnya menyusun semua puzzle kata kata yang dibuatnya...

"Maksudmu apa my? hubungannya sama aku apa mi? Iya aku tahu Basya emang baik my trus??" Lanjutku penasaran

"Aku tidak bisa berbicara banyak disini Na. Aku tidak bisa" Jawabnya seraya menoleh kesegala penjuru seperti ada seseorang yang memantaunya. 

Dia ketakutan... Aku mau merangkulnya, tiba -tiba dia tersentak menjauhiku...
"Sekarang kamu pergi Na, aku mau istirahat. Aku pusing sekali. Tolong tutup pintu kamarku ya." Mimy tidur sembari menutupkan selimut ke seluruh badannya...

Aku keluar dengan rasa penasaran. Aku harus menyusun puzzle kata -kata dari Mimy...

Aku kembali ke Ruang Tamu. Bibi, pembatunya mimy ternyata sedang mencariku disitu.
Dia bertanya, dari mana saja aku kok tiba - tiba menghilang...
Aku jawab saja dari kamar Mimy dan berbicara empat mata dikamarnya...

Bibi kaget bukan kepalang? Wajahnya... Aku tidak bisa menggambarkan wajahnya yang apakah karena bingung, takut, kaget... semuanya seperti bercampur jadi satu... Dia seakan tidak percaya akan apa yang aku bicarakan. Seperti ada sesuatu yang salah....

"Non Mimy sudah meninggal non" katanya tiba - tiba...
Sekarang aku yang berganti shock. Seperti tersambar petir...

"Ga mungkin kan? aku barusan berbicara sama dia di kamar. memang dia sedikit pucat mungkin karena sakit. Tapi... dia aneh..." teriak batnku saat itu.

Aku menggandeng tangan bibi itu menuju kamar Mimy dan Kosong....
kamar mimi kosong... 
mungkin dia dikamar mandi...
Aku berteriak teriak memanggil nama mimy dan menuju ke kamar mandi.
Hasilnya Nihil...
Tidak ada siapa siapa di kamar mandi....

Aku sangat lemas sekali... Bibi membantuku turun dari tangga dan selanjutnya aku duduk di kursi sofa ruang tamu...
Bibi itu memberiku minum...
"Non Ana", dia mulai memberanikan diri untuk berbicara ketika aku sudah merasa agak tenang... dan melanjutkan ceritanya...
"Lima hari yang lalu, non Mimy pergi ke Bandung sewaktu Non main ke sini. Makanya non Ana tidak bertemu dengan Non Mimy. Tapi non Mimy bilang ndak boleh cerita sama siapapun termasuk sama Non, makanya Non Mimy cuma menitipkan surat itu pada Bibi." Bibi berhenti berbicara...
Dia melanjutkannya dengan meneteskan air mata..
"Non Mimy kecelakaan di Bandung. Mobilnya masuk jurang. Jenazahnya sudah dibawa kemari beberapa hari yang lalu. Bibi mencoba menelpon HP non, tapi sepertinya tidak aktif".

Surat... Iya surat...
Aku teringat akan surat itu. Aku membuka tasku dan mengeluarkan isi surat dengan kata - kata yang memojokkanku di depan amplopnya.
Aku merobek surat itu dan membaca isinya...

Ana, Aku sangat beeennciii kepadamu. 
Tapi kamu temanku, sahabatku. Begitu juga dengan Basya... 
Aku mau mencari kebenaran akan Basya Na. Jadi aku pergi kerumah Basya dan menemukan semua majalah - majalah misteri itu. Aku juga menemukan tulisan tangan basya di salah satu majalah misteri.
Kamu tahu kenapa aku sangat membencimu Na?
Aku dan Basya sudah saling suka sejak lama.
Dan aku tidak tahu kenapa, tiba - tiba dia berpaling dan melakukan penembakan terhadapmu secara tiba -tiba.
Yang membuatku lebih sakit, Kau menolaknya seperti pengemis Na.
Aku tidak tahu kenapa dia melakukan hal itu padamu secara tiba -tiba.
Tapi aku yakin, 100% yakin, setiap yang Ia lakukan pasti ada alasan kuat didalamnya.
Jadi aku ikhlas ketika ia bercerita ingin menembakmu sewaktu dia tahu kamu sudah pacaran dengan Purna...
Yang membuatku tidak ikhlas adalah perlakuanmu itu Na.
Sekarang dia menghilang, dan aku harus mencari kebenarannya. 
Aku akan pergi ke Dukun Jambrong yang dilingkari Basya disalah satu Majalah Misteri itu. Aku ingin mencari kebenarannya.
Mungkin ini akan menjadi surat terakhir yang aku tulis buat kamu Na.
Sahabatmu
Mimy

Jadi mimy telah tiada.... 
Aku menangis sejadi jadinya... Aku berteriak teriak bak orang kesurupan...
Aku bersimpuh dilantai. Perasaan ini, perasaan bersalah yang sangat sangat mendalam....




Dear Diary...
Berhari - hari aku menyusun puzzle puzzle ini...
Penembakan Basya yang secara tiba - tiba setelah satu hari pacaranku dengan Mas Purna, padahal Mimy dan Basya ada hubungan yang lebih dari sekedar teman...
Basya yang tiba-tiba menghilang...
Supir taksi yang membawaku ke rumah besar dengan setan-setan yang memakan daging manusia...
Cewek cantik di taman yang memperingatkan ku agar hati - hati dan setelah itu penampakan hantu - hantu di taman...
Menghilangnya mas Purna selama beberapa hari...
Majalah - majalah misteri yang diambil mimy dari rumah Basya...
Kematian mimy yang secara tiba-tiba...
Arwah mimy yang seperti ketakutan dan secara implisit memberikan suatu informasi penting yang sampai sekarangpun aku belum dapat memecahkannya...

Arrggh.... semua itu membuat kepalaku mau pecah!

Sekarang kunci satu satunya adalah mas Purna... Iya, hanya dia yang bisa aku temui dan minta keterangan...
Tapi apa yang aku akan tanyakan kepadanya?
Pertanyaan apa???

Atau hantu - hantu itu... Iya... siapa tahu mereka bisa memberiku sesuatu informasi yang penting...
Iya aku tahu, pasti mereka punya alasan kenapa secara tiba-tiba menampakkan wujud mereka padaku...

Sore itu, aku berangkat ke Taman dimana aku bertemu dengan wanita cantik berwajah pucat dan hantu sundel bolong kala itu...

Aku duduk ditaman dan berkali kali membaca surat terakhir dari Mimy.
Sudah tiga jam aku menunggu di Taman, artinya sudah jam 9 malam. Aku tidak melihat apa - apa

Tiba - tiba rasa kantuk itu menyerang...
Aku tertidur...
Ini seperti bukan mimpi... Tapi aku yakin yang aku alami dalam mimpiku itu seperti nyata sekali...

Dalam mimpiku, aku akhirnya bertemu dengan Basya...
Wajahnya pucat...
Bibirnya sangat kering...
Rambutnya semrawut...
Dan bajunya compang - camping...

Waktu itu berjalan begitu cepat...
Basya hanya berbicara satu kalimat dan kemudian menghilang...
Dia hanya mengatakan,
"Ana, cepat pergi dari kota ini, pergi sejauh jauhnya. Pergi tinggalakan Purna. Dia orang yang sangat Jahat"

Aku terbangun setelah kata terakhir dari Basya...
Sangat Jelas...
Kunci satu satunya sekarang adalah Mas Purna...

"Iya Na, kuci satu satunya di Purna"
Aku tersentak, Aku kaget bukan main...
Ada suara tapi tidak ada orangnya...

"Siapa itu, siapa yang berbicara?" Aku berteriak teriak sendirian sembari mencari orang yang berbicara barusan...

Sosok menyeramkan itu tiba -tiba sudah tepat berada didepanku...
Pocong...

Kain kafannya sudah tidak bersih lagi...
Yang terlihat hanya warna cokelat dari tanah yang bertaburan pada kainnya...
Muka nya... Hancur... Hitam lebam dan banyak codet...
Belatung belatung itu juga berjalan dimukanya... merayap, memasuki hidung...
Ada juga yang keluar dari kelopak mata pocong yang bola matanya hitam itu...
Tiga tali pocong itu masih mengikat bagian atas tengah dan kaki si pocong...
Dia menyeringai lebar kearahku...

Aku berusaha sekuat tenaga untuk tidak takut...
Dengan secuil keberanianku. Aku masih berdiri ditempat semula...
Menatap pocong yang sangat mengerikan itu...

Keberanian itu pun muncul juga dari dalam hatiku...
Karena aku ingin menguak semuanya,
Memecahkan semua misteri yang aku alami...
Aku sudah muak hidup seperti ini...

Kemudia pocong itu berbicara. "Kalau kamu mau kebenaran, kenapa kau tidak mencarinya di Rumah Purna. Di sana pasti ada banyak kebenaran yang tersembunyi" dan selanjutnya dia tertawa sangat keras dan menggelegar yang membuat bulu kudukku berdiri semua...

Selanjutnya dia meloncat kearahku dan menembus badanku. Kemudian menghilang...




Dear Diary...
Hari ini aku menelpon Purna...
Aku bertekad pergi ke rumahnya dengan alasan, aku engga mau makan malam diluar. Aku mau makan di rumah Purna dan biar aku yang menyiapkan makanannya...
Dia menjemputku sore itu,
Dan akhirnya aku berada di depan rumahnya...

Rumah itu benar - benar tidak asing bagiku...
Rumah dimana ada pohon beringin besar di tengah halamannya...
Ruma dimana kejadian aneh pertama muncul ketika ada supir taksi misterius yang mengantarku ke sini kala itu.
Rumah dimana perutku mual karena ada makhluk makhluk aneh yang memakan daging manusia itu...

Aku berjalan memasuki rumah tersebut bersama Purna...
Dia membukakan pintunya untukku... Ruangan di dalam rumah itu juga persis seperti kala itu aku kesini...
Tidak ada yang berubah sama sekali.
Aku menuju meja makan.
Sama... Persis....

"Na, aku tidak ke kantor lagi kok. Aku mau menemanimu memasak ya?" tanya nya.

Aku menyuruhnya pergi ke supermarket untuk membeli bahan - bahan makanan yang sengaja aku ada ada kan, agar dia pergi dari rumah ini dan aku bisa mencari informasi lengkap disini...

Dia menuruti permintaanku dan pergi keluar rumah.
Sebelum dia pergi, aku mencari informasi dimana kamar Purna dengan sok sok bertanya detail rumah ini. Seperti kamar mandi, kamar tamu, dan juga kamar purna.

Setelah dia pergi,
Aku menaiki tangga rumah itu dan menuju kamarnya...
Beruntung sekali kamarnya tidak dikunci.
Aku membuka pintu kamarnya dan....
Bau kemenyan itu sangat menyengat...
Aku melihat sesajen yang lengkap disana...
Kamarnya sangat besar dan kuno...
Banyak benda - benda keramat seperti keris,
Dan yang lebih aneh lagi adalah tumpukan kepala tengkoran manusia di dekat pembakaran kemenyan itu...

"Kamu cari apa Na?" Suara Purna yang tiba - tiba mengagetkanku...
"Engga mas, aku cuma ingin lihat lihat kamarmu kok". Jawabku gelagapan...

Purna menutup pintu kamarnya dan kemudian bersandar pada pintu itu.
dan disinilah semua misteri ini terbongkar...
Purna mulai berbicara
"Kamu minta datang ke rumahku karna dapat saran dari Pocong kan?" tanya nya...

"Bagaimana dia bisa tahu semua itu?" batinku...

Purna melanjutkan
"Kamu tahu, pocong itu suruhanku, agar kamu datang ke rumahku. hahahaha... Kamu tahu konsep TUMBAL Na???"

Aku hanya terdiam dan terus menatap purna dengan ketakutan...

"Kamu mau aku jadikan tumbal Na. Agar aku semakin sukses, agar bisnisku semakin lancar dan agar hartaku semakin berlimpah. hahahaaha.... Tapi rencanaku terhalang oleh teman - temanmu itu. Si Basya dan Mimy.
Kamu tahu!! Si Basya punya kemampuan yang tidak dimiliki rata - rata orang. Dia punya indra keenam. Dia berusaha memperingatkanmu. Bahkan menembakmu setelah kita baru jadian sehari. Itu semua dia lakukan agar kamu jauh - jauh dari aku. Tapi tenang, Aku telah melenyapkannya....
Begitu juga dengan Mimy. Aku menyuruh peliharaanku untuk melenyapkannya dan mobilnya jatuh ke jurang. Hahahahahaha...

Tapi, ternyata Basya sangat kuat.... Berkat indera keenamnya itu, arwahnya sangat sulit aku ikat dan rantai...
Dia tetap berusaha memperingatkanmu  kan?
Dia membawamu ke rumahku, dan menunjukkan peliharaanku...
Kamu lihat disekelilingmu itu"

Tiba - tiba mataku membelalak selebar lebarnya...
Aku melihat makhluk - makhluk itu ada di sekelilingku...
Makhluk yang sama persis dengan yang aku lihat pertama kali aku datang ke sini...
Dua makhluk berbentuk anak kecil, rambut gondrong dan berantakan... 
keduanya kembar dengan luka bekas bacokan sabit ditengah mukanya.... dari atas kepala sampai dagu...Sobek...
laki laki yang wajahnya tidak ada...kulit wajahnya seperti disobek... urat - uratnya kelihatan semua...

dan yang terakhir adalah wanita yang sebelumnya tidak bisa aku lihat karena duduk membelakangiku waktu itu...
Wajahnya putih...
Mata dan bibirnya hitam, termasuk giginya...
Kulit mukanya terkelupas sebelah sehingga tulang tengkoraknya kelihatan dari luar...

Dadaku sesak...
Tapi aku tidak bisa roboh disitu...

"Kurang ajar si Basya" Lanjut Purna....
"Dia menunjukkan peliharaanku padamu... Dia membebaskan beberapa arwah lagi dan aku yakin pasti sudah kamu temui dan sudah mengisyaratkan sesuatu"

Tiba - tiba aku teringat dengan kejadian di taman kala itu. Mungkin itu yang dimaksud...


"Dia juga berhasil membebaskan mimy temanmu dan aku juga yakin mimy sudah memberitahumu sesuatu. Tapi aku berhasil mengurung arwah mereka semua sekarang... hahahaha
Kau bodoh sekali Ana. Kau malah masuk ke kandang singa!!"

Aku berdoa dalam hati... Aku sudah mengerti semuanya... Sekarang aku hanya bisa berdoa dan Pasrah...
Pasrah? tunggu dulu!
Bagaimana bisa aku pasrah ketika aku mau dibunuh???
Aku terus berdoa dan berpikir akan jalan keluar yang hampir mustahil aku pikirkan karena bukan hanya dihadang oleh Purna. Tapi juga makhluk - makhluk itu...

Tiba - tiba keajaiban datang... Aku merasa tidak sendirian lagi.
Iya... Banyak orang yang ada disekelilingku...
Beberapa aku kenal wajahnya...
Basya ada didekatku pula. Begitu juga mimy, wanita yang aku temui di taman... dan banyak lagi wanita - wanita cantik disitu....
Aku merasa lebih tenang....

Tapi beberapa detik setelah itu, mereka semua berjalan menuju makhluk peliharaan Purna... dan tiba - tiba semuanya menghilang....

Aku melihat wajah purna... Dia seperti panik...Makhluk peliharaannya menghilang.
Dia berjalan kearahku dengan membawa pisau...

Sekarang gantian aku yang panik...
Dia benar benar ingin membunuhku...

Aku melempar segala sesuatu yang ada di atas meja tempat sesajennya, apapun...
Gelas... Buku... piring... aku lempar kerarah purna dengan sekuat tenaga...
Tapi dia berhasil menangkis semuanya...
Aku terus melempar semua yang bisa kuraih...
dan
"Jleb"....

Aku melempar pisau besar tepat mengenai jantung dada purna...
Aku yakin pisau itu menembus jantungnya...
Darah segar keluar dari dalam tubuhnya...
Menyembur sangat keras....

Seketika Purna jatuh duduk ke lantai...
Matanya masih melotot kearahku...
Dan akhirnya dia jatuh kedepan dengan posisi tengkurap...
Pisau tadi menembus bagian belakang tubuhnya...

Aku lari ketakutan keluar rumah...
Aku lari kearah jalan raya...
Dengan menaiki taksi, aku sampai di rumahku sendiri...

Sekarang, dadaku sesak lagi... Jantungku sakit...
Aku berpikir, setelah aku tidur nanti keadaanku akan baik baik saja dan besok, akan bisa berpikir lebih tenang...
Diary... Sekarang hanya kau yang menemaniku...




Dear Diary...
Aku terbangun dengan keadaan sehat dan bugar...
Aku berpikir sejenak... Apakah semua yang aku alami hanya mimpi???
Tapi ternyata akan jauh lebih baik apabila memang hanya mimpi...
Aku keluar kamar karena mendengar banyak orang memasuki rumahku...
Dan lebih kagetnya lagi... Aku melihat diriku sendiri di peti itu.
Terbujur kaku dengan wajah pucat...
Aku mendengarkan orang yang berbicara perihal matiku karena aku kehabisan nafas waktu tidur...
Tapi sekarang, aku masih bisa menulis dan memengang diaryku tersayang ini...
Dan ini, mungkin adalah tulisan terakhirku karena aku akan meninggalkan dunia fana ini...

Diary... Terima kasih...
Kau masih menjadi temanku di saat aku sudah tidak menjadi bagian dunia ini...
Tapi aku sadar...
Aku harus pergi meninggalkan dunia ini dan menuju alam yang lebih kekal....


Selamat Tingal...


SEKIAN...

Nb: Cerita diatas adalah fiksi dan hasil imaginasi penulis.

Read More >>

Like and Comment Di sini